Segenggam Keutamaan Bulan Muharram

Fatan Abu Miqdam

Bulan Muharram sebentar lagi akan berlalu dan berganti dengan Bulan Shafar sesudahnya. Tentu keutamaan hari Asyura (10 Muharram) tidak lagi asing di telinga kita dan itu pun sudah berlalu. Tinggallah beberapa hari lagi sisa bulan Muharram dan masih banyak yang menganggap bahwa keutamaan bulan Muharram terletak pada hari Asyura-nya, bukan pada hari lain. Ini merupakan kekeliruan. Justru Muharram itu terlalu mahal untuk dilewatkan begitu saja bagi yang faham akan keutamaan dan kedudukannya. Ada 2 hal yang seharusnya menjadi renungan bagi kita terkait bulan Muharram ini.

  • Puasa Terbaik Di Luar Bulan Ramadhan.

Rasulullah bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الْفَرِيضَةِ، صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Puasa paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram dan sebaik-baik shalat selain shalat fardhu adalah shalat malam (tahajjud).” (HR. Muslim: 1163 dari Abu Hurairah).

Jika kita renungkan hadits ini, kita akan faham betapa agungnya bulan Muharram. Sampai-sampai bulan Muharram disandingkan dengan bulan Ramadhan dalam hal puasa. Puasa terbaik di luar Ramadhan bukan puasa di bulan Dzulhijjah, bukan puasa di bulan Syakban, bukan puasa di bulan Syawal, justru puasa terbaik setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram. Muharram berada pada tingkatan kedua setelah Ramadhan.

Nabi juga menyebutnya dengan sebutan “Syahrullah” (bulan Allah) sebagai bentuk pemuliaan terhadap bulan tersebut, sama seperti istilah baitullah (rumah Allah), rasulullah (rasul Allah), dan khalilullah (kekasih Allah), dimana adanya penyematan (idhafah) kata Allah pada kata tersebut sengaja disebutkan untuk menunjukkan keutamaan dan pemuliaannya dari bulan-bulan lain, bukan untuk menafikan eksistensi bulan lainnya sebagai milik Allah.[1]

Seperti ucapan Baitullah untuk Kakbah, bukan berarti menafikan eksistensi masjid-masjid lainnya sebagai rumah Allah. Namun penyebutan Kakbah (Masjidil Haram) sebagai Baitullah adalah sebagai wujud pemuliaan Kakbah dari masjid-masjid lainnya. Demikian juga, penyebutan bulan Muharram sebagai Syahrullah (bulan Allah) oleh Rasulullah sendiri.

Nabi juga memperbandingkan sebaik-baik puasa dengan sebaik-baik shalat pada hadits tersebut. Ini menunjukkan bahwa derajat puasa di bulan Muharram dari sisi ibadah puasa sunnah persis derajatnya dengan derajat shalat malam (tahajjud) dari sisi ibadah shalat sunnah. Artinya puasa sunnah terbaik adalah puasa sunnah yang dilakukan pada bulan Muharram. Demikian juga, shalat sunnah terbaik adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari (tahajjud). Imam an-Nawawi mengatakan: “Pada hadits ini terdapat dalil yang menjadi dasar kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari lebih afdhal daripada shalat sunnah di siang hari.” (Syarh Shahih Muslim: VIII/55).

Tentu sebaik-baik puasa di bulan Muharram ini dilihat dari sisi waktunya, bukan dari sisi jenis puasanya. Sebab jika dilihat dari sisi jenis puasa, maka puasa terbaik adalah puasa Dawud. Rasulullah bersabda:

صُمْ أَفْضَلَ الصِّيَامِ عِنْدَ اللهِ، صَوْمَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Berpuasalah dengan sebaik-baik puasa di sisi Allah, yatu puasa Dawud ‘alayhissalam. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Muslim: 1159 dari Abdullah bin Amru).

Artinya, puasa sunnah terbaik jika dilihat dari dari jenis puasanya adalah puasa Dawud tetap jika dilihat dari segi waktunya adalah di bulan Muharram. Oleh sebab itu, orang yang melakukan puasa Dawud di bulan Muharram telah mengumpulkan 2 keutamaan. Ia telah melaksanakan puasa sunnah terbaik dari sisi jenis dan dari sisi waktu. Jikalau puasa sunnah terbaik adalah puasa yang dilakukan pada bulan Muharram, tentu menjalankan puasa wajib seperti mengqadha puasa atau menjalani puasa nadzar di bulan Muharram jauh lebih utama lagi. Karena Allah berfirman dalam hadits qudsi:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ

“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling aku cintai melebihi pengamalannya terhadap ibadah yang telah aku fardhukan atasnya….” (HR. Al-Bukhari: 6502 dari Abu Hurairah).

Ibadah wajib adalah ibadah yang paling Allah sukai dari seluruh ibadah yang Dia tetapkan. Melaksanakan ibadah wajib yang ditinggalkan karena uzur pada bulan Muharram tentu jauh lebih baik. Sebab ia telah menggabungkan puasa yang paling Allah cintai pada bulan yang paling Allah cintai untuk berpuasa –selain Ramadhan-, yaitu Muharram.

Tatkala Allah mengistimewakan bulan Muharram dalam hal puasa, ini menunjukkan bulan Muharram tersebut amat Allah cintai. Bukankah bulan Ramadhan menjadi utama karena kewajiban puasa yang ada di dalamnya? Yang karenanya bulan Ramadhan Allah sebutkan secara langsung dalam al-Quran dan menjadi sebaik-baik bulan? Sebab puasa merupakan salah satu ibadah terbaik yang amat Allah cintai. Allah berfirman dalam hadits qudsi:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ

“Seluruh amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Sebab puasa itu untuk-Ku dan aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa itu adalah perisai (dari api neraka)…” (HR. Al-Bukhari: 1904 dan Muslim: 1151 dari Abu Hurairah).

Ketika Allah menetapkan puasa sebagai ibadah terbaik dan Allah sandingkan dengan Muharram, dimana puasa pada bulan tersebut menjadi puasa terbaik setelah Ramadhan, menunjukkan bahwa Muharram merupakan sebaik-baik bulan setelah Ramadhan. Ditambah lagi status bulan Muharram sebagai salah satu bulan Haram. Diriwayatkan dari Nabi:

إِنْ كُنْتَ صَائِمًا بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَصُمُ المُحَرَّمَ، فَإِنَّهُ شَهْرُ اللَّهِ

“Jika engkau ingin berpuasa setelah bulan Ramadhan, maka puasalah di bulan Muharram. Sebab itu adalah bulan Allah.” (HR. At-Tirmidzi: 741 dari Ali bin Abi Thalib. At-Tirmidzi mengatakan hadits hasan gharib).[2]

  • Salah Satu Bulan Haram

Allah berfirman terkait bulan-bulan Haram:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan di dalam Kitab Allah, di hari Allah menciptakan langit dan bumi. Diantaranya ada 4 bulan haram. Demikianlah agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian di dalamnya (bulan-bulan haram)….” (QS. At-Taubah: 36).

Serta besarnya kedudukan bulan haram disisi Allah sehingga Allah melarang menumpahkan darah di dalamnya:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ

“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang bulan haram dalam hal berperang di dalamnya. Maka katakanlah, “berperang di dalamnya besar (dosanya”…” (QS. Al-Baqarah: 217).

Sebagaimana sabda Nabi:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ

“Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian haram, sebagaimana haramnya hari kalian ini, bulan kalian ini (Dzulhijjah) dan negeri kalian ini (Makkah) hingga hari kalian bertemu dengan Rabb kalian (hari Kiamat).” (HR. Al-Bukhari 1714 dan Muslim 1609 dari Abu Bakrah).

Kedua firman Allah di atas seolah-olah mengajarkan kepada kita, bahwa keutamaan bulan Muharram sudah ada jauh sebelum diciptakannya manusia. Karena Allah menetapkan adanya bulan-bulan haram selaras dengan penciptaan Allah terhadap langit dan bumi. Adapun kedudukan bulan Muharram sebagai salah satu dari 4 bulan haram yang Allah sebutkan berdasarkan sabda Nabi:

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو الْقَعْدَةِ، وَذُو الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Satu tahun itu 12 bulan dan 4 diantaranya bulan-bulan haram. 3 diantaranya saling berurutan: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, serta Rajab bulan Mudhar yang terdapat diantara Jumadil (Ukhra) dan Syakban.” (HR. al-Bukhari: 4662 dan Muslim: 1679 dari Abu Bakrah).

Setelah 2 hal ini masihkah kita membiarkan bulan Muharram berlalu begitu saja? Masihkah kita menanggap bulan Muharram sebagai bulan-bulan biasa? Mari kita hidupkan Muharram dengan berbagai ibadah, khususnya puasa.

Imam an-Nawawi mengatakan: “Para penganut madzhab kami (Syafiiyah) mengatakan diantara puasa yang dianjurkan adalah puasa di bulan-bulan haram, yaitu Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Yang paling afdhal –dari keempat bulan itu- adalah Muharram….” (al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab VI/386).

Wallahu a’lam bish showab


[1] Lihat penjelasan Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfury dalam Minnatul Mun’im II/201

[2] Dilemahkan oleh al-Albani dalam Dhaif Sunan at-Tirmidzi I/87. Al-Munawi cenderung melemahkannya dalam al-Faydh III/34

Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia

Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *