Menganggap Remeh Masalah Kesucian (Sebuah Renungan)

Fatan Abu Miqdam

            Anas bin Malik mengatakan:

إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا، هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ، إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ المُوبِقَاتِ

“Sesungguhnya kalian benar-benar melakukan suatu amalan yang dimata kalian lebih tipis daripada rambut, padahal dahulunya kami menganggap perbuatan itu di masa Rasulullah termasuk dosa-dosa yang membinasakan” (HR. Al-Bukhari dari Anas bin Malik)[1].

Anas bin Malik termasuk shahabat Nabi yang paling lama wafat, bahkan paling panjang umurnya. Disebutkan umur beliau mencapai 107 tahun dan shahabat terakhir yang wafat di Bashrah.[2] Makanya beliau sempat menyaksikan bagaimana kondisi kebanyakan kaum muslimin setelah Rasulullah wafat. Jikalau pada saat Anas masih hidup, dimana generasi para shahabat masih ada tersisa dan para tabi’in masih bertebaran di tengah-tengah kaum muslimin Anas bisa mengatakan seperti itu, bagaimana dengan generasi sesudahnya??

Perkara kebersihan dan kesucian dalam Islam bukanlah perkara yang remeh, walaupun pelaksanaannya terlihat remeh. Perkara kebersihan dan kesucian bukan hanya perkara anjuran dalam agama, namun sudah masuk perkara pokok yang mengakibatkan orang yang melalaikannya terancam terjerumus ke neraka. Hampir di setiap kajian fikih dalam madzhab mana pun, yang pertama kali selalu di kaji adalah masalah kesucian ini. Karena memang agama ini dibangun atas dasar kesucian dan mencela siapa pun yang tidak mengindahkan kesucian, baik itu lahir maupun batin. Islam menggolongkan kesucian adalah perkara yang wajib diketahui oleh seluruh penganutnya, bukankah wahyu kedua yang diterima oleh Rasulullah menyinggung perkara kesucian? Bahkan shalat yang merupakan amal pokok tertinggi setelah syahadat tidak akan berarti apa-apa tanpa kesucian. Adakah agama yang lebih indah dari Islam?

Rasulullah bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ إِلَّا بِطَهُورٍ، وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidak sah shalat tanpa bersuci dan tidak diterima sedekah yang berasal dari harta haram” (HR. Muslim dari Ibn Umar)[3].

Bahkan perkara kebersihan dan kesucian ini merupakan keunggulan Islam dari agama-agama lainnya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Salman al-Farisi. Salman pernah ditanyai orang-orang musyrik: “Nabi kalian sungguh telah mengajarkan kepada kalian segala hal, bahkan sampai masalah bersuci?” Salman menjawab: “Benar…..”[4]

Karena pentingnya, sampai ada riwayat seorang Yahudi yang masuk neraka hanya karena masalah bersuci, ada yang diadzab kubur karena meremehkan masalah kencing, dan laknat bagi orang yang buang air sembarangan. Abdurrahman bin Hasanah menceritakan: “Nabi mendatangi kami dan bersabda: “Apakah kalian belum tahu apa yang menimpa seseorang dari Bani Israil? Dahulunya (dalam syari’at Bani Israil), apabila pakaian salah seorang mereka kena percikan air kencing, ia harus memotong pakaiannya yang terkena percikan itu. Namun orang tersebut malah melarang Bani Israil untuk melakukan hal itu, ia pun akhirnya diadzab dalam kuburnya.” (HR. Al-Hakim dari Abdurrahman bin Hasanah)[5].

Selain karena bagian dari agama, masalah bersuci ini sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan kita. Para pakar kesehatan sendiri banyak mengakui hal itu. Jauh sebelum para ahli menggalakkan perlunya menjaga kebersihan dan kesucian tubuh, Islam sudah terlebih dahulu menekankannya dengan sangat bagi seluruh umat manusia. Inilah salah satu makna Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Islam juga tidak tanggung-tanggung mengecam segala perbuatan yang berpotensi untuk menodai dan mengotori kebersihan itu dan menganggapnya termasuk dosa yang wajib dihindari, meskipun terlihat remeh.

Rasulullah bersabda: ““Hati-hati dalam meremehkan dosa-dosa kecil, layaknya sebuah kaum yang berdiam di salah satu perut lembah lalu datang sekelompok kaum lagi dan datang sekelompok lagi hingga jumlah mereka memenuhi lembah tersebut (pasti mereka akan terjatuh). Sesungguhnya menganggap remeh dosa-dosa akan menghantarkan pelakunya ke jurang kebinasaan” (HR. Ahmad dari Sahl bin Sa’d)[6]        

Ibn Mas’ud mengatakan: ““Sesungguhnya orang mukmin memandang dosa-dosanya seolah-olah ia sedang duduk di bawah sebuah gunung dan ia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sesungguhnya seorang pendosa memandang dosa-dosanya seperti melihat seekor lalat yang hinggap di hidungnya sambil bergumam “hanya seperti ini”[7]

Meremehkan kebersihan dan kesucian merupakan peremehan terhadap ayat-ayat Allah, dimana Allah telah berfirman mengenai kesucian pada beberapa ayat dalam al-Quran. Ini juga termasuk peremehan terhadap syariat Allah, karena Allah menetapkannya sebagai syarat untuk beribadah kepada-Nya dan memberi pahala bagi orang yang melaksanakannya. Serta peremehan terhadap nikmat Allah, karena Allah menciptakan air dan bumi sebagai alat untuk bersuci bagi manusia dan wasilah untuk beribadah kepada-Nya. Tidak diragukan lagi, meremehkan kesucian bisa mengakibatkan pelakunya sengsara di akhirat kelak.

Hadits berikut perlu kita renungkan kandungannya, agar kita semakin perhatian terhadap perkara kesucian dan kebersihan. Suatu hari Rasulullah berjalan diantara dua kuburan, lalu Rasulullah bersabda:

إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Kedua penghuni kubur ini sedang diadzab. Keduanya tidak diadzab karena perkara yang berat. Salah satunya karena ia tidak bersuci dari air kencing, sedangkan satunya lagi karena suka mengadu domba” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)[8]

Dalam riwayat ini redaksinya ialah “keduanya tidak diadzab karena perkara yang berat.” Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud “perkara yang berat” dalam  hadits ini:

Ad-Dawudi dan Ibn Arabi menafsirkan, maksudnya ialah perkara itu ialah dosa, dimana dosa itu nampaknya tidak berat seperti dosa membunuh dan tindakan kriminal lainnya, namun sebenarnya perbuatan itu adalah dosanya berat. Sebagian ulama mengatakan bahwa sebenarnya dosanya tidaklah berat dilihat dari bentuk perbuatannya, namun perbuatan itu menjadi berat dosanya karena adanya peremehan terhadap perbuatan tersebut, padahal meremehkan dosa bagaimana  pun bentuknya adalah dosa besar. Sebagian ulama lagi menafsirkan bahwa dosa itu tidak berat menurut pandangan pelakunya, padahal dosanya amat berat di sisi Allah. Sebagian ulama semisal Ibn Daqieq al’Ied dan al-Baghawi beranggapan bahwa yang tidak berat itu bukan dosanya, namun yang berat itu ialah meninggalkan perbuatan tersebut. Maksudnya, perbuatan itu sebenarnya tidak berat untuk ditinggalkan oleh pelakunya. Sedangkan yang lainnya menafsirkan, sebenarnya perbuatan tersebut tidaklah berat ditinggalkan, akan tetapi menjadi berat karena terlalu sering melakukannya.[9] Ibn Baththal menjadikan hadits ini dan semisalnya sebagai dalil bahwa adzab bukan khusus untuk dosa besar.[10]

Dalam hadits ini, aspek terpenting yang membuat seseorang diadzab dalam kuburnya ialah karena tidak bersuci dari air kencingnya, padahal ia mampu untuk bersuci dan ini menyelisihi fitrah Islam yang sangat menjunjung kebersihan dan kesucian, baik lahiriyah maupun batiniyah.

Al-Hafidzh Ibn Rajab menjelaskan berkenaan keterkaitan antara air kencing dan adzab kubur: “Para ulama telah menyebutkan adanya hikmah yang tersirat antara adzab kubur dengan air kencing, namimah, dan ghibah secara khusus. Yaitu, karena adzab kubur merupakan permulaan (pembuka) menuju akhirat. Dalam kuburlah (alam barzakh) akan ditampakkan gambaran siksa dan ganjaran yang kelak terjadi di hari kiamat. Disisi lain, dosa yang akan diadzab pada hari kiamat ada dua jenis, yakni dosa yang berhubungan dengan hak Allah dan hak manusia. Perkara yang pertama kali diputuskan di hari kiamat terkait hak Allah adalah shalat, sedangkan yang terkait dengan hak sesama manusia ialah perkara darah. Demikian juga di alam barzakh, dimana disana akan diputuskan mengenai permulaan kedua hak ini. Sebab, pembuka shalat ialah bersuci dan pembuka perkara darah (pembunuhan) ialah namimah (adu domba).”[11]

Setelah kita mengetahui secercah syariat Islam yang amat begitu memperhatikan kebersihan dan kesucian lahir, maka tidak seyogyanya kita mengabaikannya begitu saja. Jangan sampai kita diadzab dalam kubur hanya karena masalah yang terlihat remeh ini. Alangkah anehnya jika ada sebagian muslim yang kajiannya sudah setinggi langit hingga membahas masalah ekonomi dan politik, namun perkara sehari-hari ini ia masih gagal dalam mengaplikasikannya dalam kehidupannya sehari-hari. Islam adalah agama yang komperehensif hingga masalah sedetail ini pun diperbincangkan dalam Islam. Bahkan disinilah letak kesempurnaan Islam. Masihkah kita meremehkannya? Wallahu a’lam


[1] HR. Bukhari No. 6492

[2] Selengkapnya biografi beliau dalam al-Biadayah wa an-Niihayah, karya Ibn Katsir. Siyar a’lam an-Nubala, karya adz-Dzahabi, dan Thabaqat Ibn Sa’d, karya Ibn Sa’d.

[3] HR. Muslim No. 224, ,  at-Tirmidzi No. 1, Ibn Majah No. 272, Ibn Abi Syaibah No. 62. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud No. 59, an-Nasai I/87, Ibn Majah No. 271  dari Abu Malih, dari ayahnya (Usamah bin ‘Umar).

[4] HR. Muslim No. 262, an-Nasa-i No. 41, Abu Dawud No. 7, at-Tirmidzi No. 16, Ibn Majah No. 316, Ahmad V/537-539, Abu ‘Awanah I/217, Ibn Khuzaimah No. 74, ad-Daruquthni I/54, al-Bayhaqi I/91, ath-Thayalisi No. 654, Ibn al-Jarud No. 29, Ibn Hazm I/109, dan Ibn al-Mundzir dalam al-Wasath I/349. Lihat Syarh Bulughul Maram, syarh dan tahqiq Syaikh Salman bin Fahd al-‘Audah

[5] HR. an-Nasai No. 30, Abu Dawud No. 22, Ibn Majah No. 246, Ahmad No. 17758, Ibn Abi Syaibah No. 738, , 17760, dan al-Hakim No. 657

[6] HR. Ahmad V/331

[7] HR. Bukhari No. 5949

[8] HR. Al-Bukhari No. 216, Muslim No. 292, an-Nasa-i I/28, Abu Dawud No. 20, at-Tirmidzi No. 70, dan Ibn Majah No.347 dari Ibn Abbas

[9] Fath al-Bari I/318

[10] Fath al-Bari I/317

[11] Ahwal al-Qubur wa Ahluha, Bab Ba’dh ma Ja-a fi Sababi ‘Adzab al-Qubur

Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia

Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *