Najis Itu Tidak Membatalkan Wudhu

Fatan Abu Miqdam

Beberapa orang ada yang salah kaprah terkait najis, dimana mereka merasa harus berwudhu ketika terkena najis. Sebagian lagi ada menganggap harus berwudhu ketika dijilat anjing atau terkena kencing serta najis-najis lainnya. Apakah terkena najis mengharuskan orang untuk berwudhu? Inilah yang akan kita bahas.

Terkait najis Allah telah jelaskan dalam al-Quran:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan pakaianmu, maka sucikanlah.” (QS. Al-Muddadtstsir: 4)

Ibnu Sirin menafsirkan: “-Maksudnya-, cucilah (pakaianmu) dengan air.” Ibnu Zaid menyebutkan: “Dahulu orang-orang musyrik tidak mau mensucikan tubuh mereka. Maka Allah memerintah Nabi agar bersuci dan mensucikan pakaian beliau.” Kedua tafsiran ini diriwayatkan oleh ath-Thabari dan dipilih oleh beliau dalam tafsirnya. (Tafsir ath-Thabari: XII/23).

Disini kita melihat bahwa najis tidak memiliki hubungan dengan wudhu sama sekali. Ini semakin dikuatkan dengan jawaban Nabi terhadap saudari ipar beliau, Asma binti Abu Bakr ketika bertanya tentang darah haid. Asma bertanya: “Bagaimana pendapatmu (wahai Rasulullah) jika salah satu dari kami ada yang haid di pakaiannya, apa yang harus ia lakukan?” Rasulullah menjawab:

تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، وَتَنْضَحُهُ، وَتُصَلِّي فِيهِ

“Hendaklah ia mengeriknya, lalu mengucek-nguceknya dan mencucinya dengan sungguh-sungguh, lalu shalatlah dengan memakai pakaian tersebut.” (HR. Al-Bukhari: 227 dan Muslim: 291).

Pada hadits di atas, Nabi tidak sedikit pun menyuruh para wanita untuk berwudhu atau mandi junub bagi yang pakaian atau tubuhnya terkena darah haid (najis). Nabi hanya cukup memerintahkannya untuk berusaha membasuh bekas haid tersebut sebersih-bersihnya dan boleh langsung shalat dengan mengenakannya.

Demikian juga perintah Nabi terkait kencing anak di bawah usia 2 tahun dan belum makan apa-apa. Beliau bersabda:

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ، وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ

“Kencing anak perempuan haruslah dicuci dan kencing anak laki-laki hendaknya dipercikkan saja.”  (HR. An-Nasai: 304, Abud Dawud: 376, dan Ibnu Majah: 576 dari Abus Samh). Sabda Nabi beliau sampaikan tatkala cucu beliau, al-Hasan atau al-Husain kencing di dada beliau. Disini Nabi tidak berwudhu sama sekali dan cukup memerintahkan untuk memercikkan air pada kencing anak laki-laki.

Kesimpulannya, najis atau terkena najis tidaklah membatalkan wudhu. Walau itu adalah najis berat sekalipun tidak akan membatalkan wudhu. Para ulama sepakat bahwa yang membatalkan wudhu adalah hadats (Al-Ijma’ libnil Mundzir I/33). Bukan najis. Najis hanya dapat membatalkan shalat, bukan membatalkan wudhu.

Wallahu a’lam

Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia

Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *