Merenungkan Kembali Kemuliaan Bulan Dzulhijjah

wallup.net

Fatan Abu Miqdam

Jika berbicara tentang Ramadhan, maka akan banyak fadhilah yang akan disampaikan. Hampir setiap kaum muslimin familiar dengan Ramadhan. Mulai dari shalat, puasa, hingga sedekah ditingkatkan ketika Ramadhan. Yang awalnya tidak pernah bersedekah, menjadi bersedekah di bulan Ramadhan, karena mengetahui kemuliaan dan keberkahan yang ada didalamnya. Lantas bagaimana dengan bulan Dzulhijjah?

Jika mendengar kata Dzulhijjah, khalayak hanya mengidentikkannya dengan haji dan qurban. Seolah-olah Dzulhijjah khusus hanya untuk itu. Seakan-akan Dzulhijjah hanya bulan untuk beberapa hari saja. Selesai qurban maka selesailah seluruhnya. Tidak ada peningkatan amal seperti dalam Ramadhan. Padahal jika kita lihat sabda Nabi, tidak demikian adanya. Rasulullah bersabda:

” شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ “

“Dua bulan yang tidak akan berkurang (keutamaannya), yaitu kedua bulan ied: Ramadhan dan Dzulhijjah.” (HR. Al-Bukhari: 1912 dan Muslim: 1089 dari Abu Bakrah)

Lihatlah, bagaimana Nabi mempersandingkan antara Ramadhan dengan Dzulhijjah. Bahkan Nabi mempersamakan keduanya dalam hal keutamaan. Jikalau puncak keutamaan Ramadhan terdapat pada 10 malam terakhirnya, maka keutamaan Dzulhijjah justru terdapat pada 10 hari awalnya. Dalam Islam terdapat ibadah yang sifatnya tahunan, dimana ibadah tersebut merupakan pondasi Islam sendiri (rukun Islam), yaitu Zakat, Puasa, dan Haji. Menimbang momen Dzulhijjah dan Ramadhan hanya sekali setahun saja, karena itulah para ulama sampai berbeda pendapat manakah yang lebih utama 10 awal Dzulhijjah atau 10 malam terakhir Ramadhan.

Jikalau Nabi mempersandingkan Ramadhan dan Dzulhijjah secara bersamaan dalam hal keutamaan, maka keutamaan Dzulhijjah pun seharusnya tidak hanya berhenti pada hari tasyrik saja. Tetapi ibadah-ibadah sunnah seperti sedekah, shalat, puasa, dan lainnya seharusnya tetap dan harus ditingkatkan pada bulan Dzulhijjah. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani menukil ucapan Imam Ishaq bin Rahuyah: “Maksud hadits tersebut adalah kedua bulan itu tidak akan berkurang dalam hal keutamaan, walau jumlah harinya 29 atau 30 hari.”[1] Ini menunjukkan bahwa keutamaan Dzulhijjah itu tidak terhenti pada idul adha dan hari tasyrik saja.

Ungkapan Nabi yang mempersandingkan kedua bulan tersebut menunjukkan spesialnya kedua bulan tersebut untuk dijadikan ladang beramal ibadah dan bisa jadi menunjukkan sebandingnya keutamaan yang terdapat antara kedua bulan tersebut.[2]Kendati demikian, ada satu keutamaan yang terdapat pada Dzulhijjah namun tidak terdapat pada bulan Ramadhan, yaitu Dzulhijjah termasuk dari salah satu 4 bulan haram yang Allah muliakan dan Allah haramkan berperang di dalamnya. Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan di dalam Kitab Allah, di hari Allah menciptakan langit dan bumi. Diantaranya ada 4 bulan haram. Demikianlah agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian di dalamnya (bulan-bulan haram)….” (QS. At-Taubah: 36).

Allah berfirman terkait berperang pada bulan haram:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ

“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang bulan haram dalam hal berperang di dalamnya. Maka katakanlah, “berperang di dalamnya besar (dosanya”…” (QS. Al-Baqarah: 217).

Kedua ayat ini menunjukkan betapa Allah memuliakan bulan haram dimana bulan Dzulhijjah salah satunya. Sampai-sampai Allah telah menetapkan keharaman bulan ini di awal Allah menciptakan langit dan bumi. Seolah-olah keagungannya sudah ada sebelum manusia diciptakan dan akan terus berlaku hingga hari kiamat. Karena saking mulianya, Allah pun melarang dan menetapkan dosa besar bagi siapa saja yang memulai peperangan atau menumpahkan darah di bulan haram[3]. Qatadah mengatakan: “Sesungguhnya berbuat zhalim pada bulan-bulan haram lebih besar dosa dan derajat kesalahannya daripada berbuat zhalim di bulan-bulan lainnya. Seolah-olah Allah membesarkan urusan-Nya menurut keinginan-Nya.”[4]

Rasulullah bersabda ketika berkhutbah pada haji Wada:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ

“Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian haram, sebagaimana haramnya hari kalian ini, bulan kalian ini (Dzulhijjah) dan negeri kalian ini (Makkah) hingga hari kalian bertemu dengan Rabb kalian (hari Kiamat).” (HR. Al-Bukhari 1714 dan Muslim 1609 dari Abu Bakrah).

Pada khutbah Wada ini, Nabi menjadikan bulan Dzulhijjah ini sebagai permisalan terhadap darah dan harta kita, dimana hal itu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi hidup kita. Ini menunjukkan betapa berharga dan besarnya nilai bulan Dzulhijjah ini di hadapan Rasulullah dalam hal kemuliaan dan kehormatannya. Masihkah kita menyia-nyiakan bulan ini begitu saja?!


[1] Fathul-Bari IV/125

[2] Lihat berbagai pandangan para ulama mengenai hal ini sebagaimana yang dinukil oleh al-Aini dalam Umdatul Qary X/285

[3] Para ulama berbeda pandangan apakah larangan itu masih berlaku atau sudah terhapus hukumnya (mansukh). Wallahu a’lam

[4] Tafsir Ibnu Abi Hatim VI/1793

Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia

Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *