Menelisik Arti Kata “Qurban”?

Oleh: Fatan Abu Miqdam
Menjelang Idul Adha, kata Qurban mulai sering terdengar dan disampaikan dimana-mana. Benar, tidak ada satu pun dari kita yang tidak kenal istilah qurban. Qurban menurut kebiasaan (urf) orang Indonesia merujuk pada kegiatan penyembelihan terhadap hewan sembelihan baik sapi, kambing, unta atau hewan-hewan sejenisnya yang dilakukan pada hari raya Idul-adha. Padahal istilah “qurban” tidak dikenal di kalangan bangsa Arab sebagai sebuah istilah yang merujuk kepada suatu kegiatan penyembelihan pada momen idul adha. Justru di berbagai literatur Islam, istilah penyembelihan itu biasa disebut dengan istilah udhhiyah, dzabihah, atau nahr, bukan qurban.
Meski demikian, bukan berarti istilah “qurban” tidak dikenal sama sekali. Kata “qurban” ini disebut dua kali dalam al-Quran. Pertama, ketika Allah menggambarkan tentang kesyirikan kaum musyrik di zaman al-Quran diturunkan: Allah berfirman:
فَلَوْلَا نَصَرَهُمُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ قُرْبَانًا آلِهَةً بَلْ ضَلُّوا عَنْهُمْ
“Maka mengapa tidak menolong mereka (berhala-berhala) selain Allah yang mereka telah jadikan sebagai sesembahan untuk mendekatkan diri (kepada-Nya)? Bahkan, berhala-berhala itu lenyap dari mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 28)
Makna qurban disini adalah sesuatu yang dijadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Imam al-Baghawi mengatakan: “al-Qurban adalah segala sesuatu yang dijadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jamaknya adalah qarabin, sama seperti kata ruhban yang jamaknya adalah rahabin.” (Tafsir al-Baghawi IV/201) Az-Zamakhsyari menambahkan: “Maksudnya, orang-orang musyrik itu menjadikan berhala-berhala sebagai pemberi syafaat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.” (Al-Kasysyaf IV/310). Al-Mawardi mengatakan: “Qurban itu adalah segala kebaikan yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada rahmat Allah.” (Tafsir al-Mawardi II/27). Pada ayat ini, makna qurban adalah segala aktifitas ibadah yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tatkala kaum musyrik menjadikan pengibadahan mereka kepada berhala sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, pada saat itulah mereka telah menjadikan berhala-berhala itu sebagai “qurban” bagi Allah. Qurban berasal dari kata qoruba yang berarti “dekat” dengan bentuk kata (wazn) fu’lan. Mungkin dari sini juga muncul kata “berkorban” atau “pengorbanan” dalam bahasa Indonesia. Sebab, berkorban atau pengorbanan bermakna kerelaan melakukan sesuatu yang dianggap sulit atau butuh perjuangan demi seseorang atau sesuatu tertentu.
Kedua, ketika Allah mengisahkan tentang pertikaian 2 anak Nabi Adam. Allah berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Dan bacalah kisah 2 anak Adam dengan benar, ketika keduanya mempersembahkan kurban, lalu diterima salah satu kurban diantara mereka dan tidak diterima (kurban) yang lainnya. Ia mengatakan: “Aku pasti membunuhmu.” Yang lainnya mengatakan: “Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).

Mayoritas ulama menafsirkan bahwa ayat ini berbicara tentang Habil dan Qabil, kedua anak Adam yang pernah bertikai. (Lihat al-Basith lil Wahidi VII/335 dan Zaadul Maysir I/536). Dalam kisah tersebut –dan ini kisah yang masyhur- disebutkan bahwa Habil berkurban dengan seekor domba gemuk (kibasy), sedangkan Qabil berkurban dengan hasil kebun. Lalu Allah menerima kurban Habil dan tidak menerima kurban Qabil. Al-Allamah Ibnu Katsir berkomentar tentang kisah Habil dan Qabil tersebut dengan: “Sanad-sanadnya jayyid (bagus).” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir II/83). Dari sini kita mengambil faidah bahwa “qurban” itu bukan hanya sebuah kegiatan penyembahan untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun juga bisa melalui benda fisik yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dimana dalam hal ini Habil menggunakan hewan, sedangkan Qabil menggunakan tumbuh-tumbuhan. Jika pada ayat pertama sebelumnya, qurban lebih menitik beratkan pada aktifitas penyembahan atau pengibadahan kepada sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka pada ayat kedua ini lebih menitik beratkan pada fisik dan aktifitas yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, walau bukan dalam bentuk penyembahan. Sebab, penyembahan pasti bagian dari ibadah, namun tidak semua ibadah berbentuk penyembahan. Ini dikuatkan lagi oleh penafsiran al-Imam Ibnu Qutaybah ketika menafsirkan ayat ini: “Qurban itu adalah segala yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik berupa penyembelihan maupun lainnya.” (Gharibil Quran I/124).
Dari sini kita memahami, pada asalnya istilah qurban identik dengan kisah Habil dan Qabil, bukan kisah Ibrahim dan Ismail dan istilah qurban lebih umum, karena digunakan dalam berbagai aktifitas yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik berbentuk penyembelihan atau tidak. Sebab, Allah menyebut hasil kebun yang diserahkan oleh Qabil sebagai “qurban” juga meski akhirnya tidak diterima. Dan dari sini kita juga mendapat faidah, bahwa tidak setiap qurban diterima. Qurban hanya Allah terima dari orang yang melakukannya atas dasar taqwa, bukan atas dasar riya maupun motif duniawi lainnya. Allah berfirman
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Dagingnya maupun darahnya (hewan qurban) tidak akan mencapai Allah, namun ketakwaan dari kalian-lah yang akan mencapai-Nya… (QS. Al-Hajj: 37)
Tentu tulisan ini bukan untuk menggugat istilah “qurban” yang sudah menjamur, berurat dan berakar dalam istilah dan kosakata orang Indonesia. Namun hanya untuk sekedar menyegarkan kembali makna dasar “qurban” yang bermakna pendekatan diri kepada Allah, sehingga setiap orang yang berkurban haruslah menyadari tujuan dari qurban yang ia lakukan, yaitu semata untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk meraih simpati manusia. Inilah mungkin hikmahnya mengapa ada larangan menjual kulit hewan qurban, karena qurban itu dilakukan semata untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka sudah sepantasnya dibersihkan dan dimurnikan dari berbagai aktifitas duniawi lainnya.
Sudah tau mau Qurban dimana tahun ini?
Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
menyelenggarakan Pengumpulan, Pemrosesan dan Pendistribusian Qurban setiap tahunnya.
Info Selengkapnya hubungi (Telp/Wa) :
08 11111 0948
Ust Arofah