Adab dan Akhlak Pengemban Al-Qur’an, Catatan Daurah bersama Syekh Abdullah bin Hamad Az-Zaidani

Al-Qur’an Kitab yang Agung

Al-Qur’an adalah sebaik-baik perkataan, kalam Allah yang agung sebagaimana firman-Nya: { وَإِنَّهُۥ لَكِتَٰبٌ عَزِيزٌ } “Sesungguhnya Al-Quran itu adalah kitab yang mulia”. (Lihat QS. Fussilat ayat 41). Oleh karena itu setiap Muslim wajib mempelajarinya, menyebarkan dan mendakwahkannya kepada seluruh manusia sebagaimana firman Allah: { حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ } “sampai mereka mendengar kalam Allah.” (lihat QS. At-Taubah ayat 6).

Beragam keadaan manusia, baik yang beriman maupun yang kafir dalam menyikapi keberadaan kitab suci yang diturunkan di tengah-tengah mereka itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan perumpamaan jenis-jenis orang yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, Sebagaimana dalam haditsnya:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ : رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ ،وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ : لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ ، وَمَثلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الرَّيحَانَةِ : رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Artinya: “Permisalan orang Mukmin yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah utrujah, bau dan rasanya enak. Permisalan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan buah kurma, tidak beraroma, tetapi rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an bagaikan raihanah, baunya menyenangkan, tetapi rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzhalah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (Muttafaqun ‘alaih).

Beberapa Keutamaan bagi Pengemban Al-Qur’an (pembaca Al-Qur’an dan penghafalnya)

ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَتْلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُو۟لَٰٓئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِۦ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ

Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al-Baqarah [2]: 121).

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَٰرَةً لَّن تَبُورَ

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ غَفُورٌ شَكُورٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).

Manusia Pilihan, “Keluarga Allah”

Keutamaan pengemban Al-Qur’an juga disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ

“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al-Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad).

Mengiikhlaskan hati ketika belajar dan mengajarkan Al-Qur’an

Secara khusus bagi seorang pengemban Al-Qur’an atau disebut juga dengan hamilil quran hendaknya menghias diri dengan amalan hati yaitu mengikhlaskan niat dalam mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an, demikian pula ikhlas dalam mendakwahkannya. Ikhlas menjadi syarat diterimanya ibadah secara umum, termasuk membaca dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an yang merupakan salah satu amalan utama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ رَوَاهُ البُخَارِيُّ .

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dalam hadits lainnya disebutkan bahwa manusia yang pertama kali diadili oleh Allah pada hari kiamat salah satunya adalah orang yang mengajarkan agama dan Al-Quran, tetapi itu dilakukan tidak dengan ikhlas. Akhirnya ia termasuk yang pertama kali masuk neraka.

Ketika menjelaskan tentang orang-orang yang pertama kali dicampakkan ke dalam neraka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas. Allah bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al-Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca. Dan kini kamu telah dikatakan seperti itu. Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim).

Kedudukan Pengemban Al-Qur’an di dunia dan di akhirat

Orang yang senantiasa bersama Al-Qur’an akan mendapatkan keutamaan di dunia dan di akhirat, lihatlah orang-orang yang memang benar-benar pantas dan memenuhi syarat, mereka ditunjuk jadi imam yang memimpin shalat di antara sekian banyak orang. Ditambah lagi, kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan keadaan mereka di Surga kelak, tergantung pada bacaan hafalan Al-Qur’an mereka.

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ : اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ في الدُّنْيَا ، فَإنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آية تَقْرَؤُهَا رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ

“Dikatakan kepada ahli Al-Qur’an, ‘Bacalah, naiklah, dan tartil-kanlah (membaca dengan perlahan) sebagaimana engkau men-tartil-kannya di dunia, karena kedudukanmu ada pada akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Hiasan akhlak mulia dan juga adab seorang penuntut ilmu sangat dipengaruhi oleh ketaqwaan seseorang. Maka hendaknya senantiasa bertakwa dengan mensyukuri hidayah, berusaha menjaga diri dari hal-hal yang dapat menjerumuskan seorang pengemban Al-Qur’an. Di antaranya menjaga lisan dan perbuatan dari hal-hal yang melalaikan dan kurang bermanfaat. Janganlah terlalu banyak berbicara kecuali ada kebaikan di dalamnya.

Perintah Tadabbur

Setelah membaca A-Qur’an selanjutnya adalah merenungkan makna-maknanya. Perenungan itu diistilahkan dengan tadabbur. Tadabbur ini penting karena dengannya, kita akan bisa mengambil pelajaran-pelajaran penting hingga Al-Qur’an bisa diamalkan isinya. Ini keadaannya berbeda sekali jika kita hanya membaca Al-Qur’an atau menghafalkannya, tanpa memahami artinya.

Di antara ayat yang mendorong kita untuk tadabbur Al-Qur’an adalah:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)

Ayat selanjutnya:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

Menjaga Kebersihan Lahir dan Bathin

Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Kendala bau mulut bisa dibersihkan dengan siwak atau sikat gigi. Disunnahkan pula membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci (pakaian dan tempat).

Memilih tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan membaca Al-Qur’an di masjid-masjid (baitin min buyutillah). Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan juga dimuliakan.

Meneladani Akhlak Rasulullah

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ۝٤

“Dan engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. Al-Qalam [68]: 4).

Berkaitan dengan ayat tersebut, dalam Kitab hadits disebutkan bahwa seorang sahabat bernama Sa’id bin Hisyam pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan dijawab, “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”

Membaguskan suara saat membaca Al-Qur’an

Terdapat sebuah riwayat hadits yang menyebutkan tentang hal ini, yaitu;

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

Baguskanlah suara bacaan Al-Qur’an kalian.” (HR. Abu Daud dan An Nasai).

Adab lainnya adalah dianjurkan menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ataupun berdiri ketika itu, hendaknya dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.

Demikianlah di antara keutamaan, adab dan akhlak seorang pengemban Al-Qur’an.

Tak lupa kami mengajak hadirin sekalian untuk mendoakan Saudara-saudara kita yang sedang tertindas di negeri Palestina. Semoga Allah menambahkan kesabaran, meneguhkan iman mereka, dan semoga Allah menerima amal ibadah mereka yang gugur dalam membela agama dan kehormatannya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar permintaan kita. Apa yang saudara-saudara kita alami di sana juga menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi kita. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selesai

Depok, Senin. 13 Mei 2024

Penerjemah: Muhammad Hilman

Penulis: Faisal Mursila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *