Pesan dari Gambar dan Film Pendek Tanpa Skenario yang Menguras Air Mata
Gambar di atas memperlihatkan tangan seorang syuhada Gaza yang muncul di balik reruntuhan bangunan, di tangannya tumbuh tunas daun kurma yang menghijau.
Sebelumnya, dentuman keras mengagetkan disusul kepulan asap bercampur debu terekam spontan dalam tayangan video singkat. Gambar dalam rekaman pun bergerak tanpa stabil. Anak-anak berlarian, ke sana ke mari mencari perlindungan. Wajah-wajah ketakutan mencari ayah dan ibunya, bingung ke mana seharusnya berlindung?!
Ini jelas bukan trailer drama korea bertema perang. Bukan pula tayangan reality show, hasil tangkapan kamera tersembunyi, yang merekam momen yang sudah diskenariokan. Ini tentang rekaman video spontan, dari balik kamera berdebu.
Ini tentang gambar dan video pendek yang kerap muncul di beranda media sosial, saat ibu jarimu men-scroll layar gadget di dalam genggaman.
Di antara gambar itu tampak warga berlarian dengan tangan di kepala, seperti kita saat berlarian menghindari hujan, karena takut kebasahan. Kening-kening mereka pun basah, bukan oleh hujan tapi darah yang mengucur dari luka yang bercampur debu dan air mata. Sakit! Sudah pasti.
Ada yang terluka parah, mencoba merangkak. Menarik dan menyeret kakinya yang patah! Ada tubuh yang terjebak, sesak di antara runtuhan yang mengubur raga mereka, entah pingsan entah sudah tak bernyawa. Bayi-bayi terus menangis, kedua tangannya gemetar, berharap ada yang datang mendekap. Bisakah kau bayangkan?
Di antara kepulan debu yang membumbung itu, tampaklah rumah-rumah yang hancur. Atapnya runtuh berserakan di atas lantai. Rumah sakit porak poranda, dokter dan perawat sama tak berdaya. Jalan-jalan rusak tak dapat dilalui Ambulans. Toko makanan dan pasar buah musnah terbakar, tak ada persediaan makanan!
Mereka telah jadi target-target bernyawa, seolah permainan game bagi musuh! Musuh yang nyata, musuh yang terang-terangan menunjukkan eksistensinya. Mereka melontar peledak, tanpa takut sembunyi tangan setelahnya. Siapakah yang mampu menahan kebiadaban mereka? Ini bukan sekadar pertanyaan, ini tantangan!
Maka, janganlah hanya diam mematung. Tak guna jua mengutuk dari jauh. Angkatlah tanganmu! Angkat tanganmu meski kau jauh!
Angkat tanganmu, ini bukan gerakan sia-sia! Tengadahkan tanganmu dan mulailah panjatkan doa bersama-sama. Arahkan hati nuranimu mengetuk tulus pintu langitNya!
Kepadamu ya Allah, Sang Maha Kuasa,
bergemuruh dan mendidih hati ini, tumpahlah air mata kami di sini. Kami adukan perlakuan keji tak berperikemanusiaan. Tak putus asa kami meminta untuk saudara-saudara kami yang teraniaya. Mereka lemah dan kami juga lemah, hanya Engkaulah yang Maha Kuasa, turunkan pertolonganMu. Ampunilah dosa dan kesalahan Kami.
Cipayung, 21 Ramadhan 1445
Faisal Mursila