Denyut Kehidupan di Gaza, Palestina, Sahur dan Berbuka di Tengah Puing Reruntuhan
Sesulit dan seberat apakah masalah dan ujian hidupmu di bulan Ramadhan ini? Sesuram apa pula situasi di sekitarmu? Tampaknya tak ada yang semencekam di Gaza. Mari kita berkaca lagi, arahkan pandangan kita pada saudara-saudara kita di Gaza!
Bak dipenjara massal, warga Gaza, Palestina pada Ramadan tahun ini juga menyambut dan menjalankan ibadah puasa di tengah kepungan penjajah.
Berbulan-bulan, mereka telah mengalami kelaparan karena pasokan rantai makanan mereka terputus. Anak-anak bertubuh kurus ringkih, bermata cekung menderita kekurangan gizi, bahkan tak sedikit yang meninggal dunia dalam kelaparannya. Namun mereka tetap tegar dan bergembira menyambut bulan suci mulia. “Setidaknya lapar kami lebih berarti,” begitu kata salah seorang warga Gaza, menusuk sanubari.
“Kami tak melakukan persiapan apa pun untuk menyambut Ramadan, karena kami telah berpuasa selama lima bulan,” kata warga Gaza lainnya.
Lebih dari 1,2 juta orang mengungsi di Rafah. Banyak di antara mereka tinggal di bawah tenda berbahan plastik dan menghadapi krisis pangan.

Salah seorang warga Gaza, Diab Al Zaza, mengatakan “Ramadan tahun ini akan menyedihkan karena perang.” Kondisi demikian membuat sulit siapa saja yang hidup di sekitar zona pertempuran.
“Saya telah melalui banyak kesulitan. Namun sepanjang hidup saya, saya belum pernah menjalani hari-hari yang lebih sulit daripada ini karena kelaparan, kehausan, kehilangan dan perpisahan,” kata Zaza dikutip Middle East Eye, Ahad (10/3).
Zaza terpisah dari keluarganya karena agresi Israel. Istri dan anak dia menolak mengungsi ke selatan.
Dia juga membandingkan kondisi Gaza saat ini dengan peristiwa pemindahan dan pengusiran massal hingga penganiayaan pada 1948 atau dikenal Nakba. Menurut Zaza, saat ini kondisi warga lebih buruk daripada saat Nakba.
Dia kemudian berkata, “Saat Nakba, jumlah orang lebih sedikit dan negara ini terbuka, tapi sekarang kami dikepung dari semua sisi.”
Zaza juga menerangkan Ramadan tahun ini tak akan memasang dekorasi apa pun sebagai bentuk solidaritas terhadap korban tewas gegara serangan Israel.
Kelaparan juga membayangi Khalil Atallah dan keluarganya. Ia beberapa kali mengungsi karena agresi Israel.
“[Kini kami hidup] dalam perang kelaparan,” kata Atallah.
Atallah hanya ingin gencatan senjata segera tercapai dan agresi bisa berakhir.
“Saya telah kehilangan lebih dari 50 anggota keluarga dalam pemboman. Ramadan kali ini akan berbeda dari bulan-bulan lainnya karena penindasan,” ujar dia.

Demikianlah gambaran singkat kehidupan warga Gaza, Palestina di bulan suci Ramadhan yang jauh dari kedamaian. Setelah bertahun-tahun menghadapi tekanan dan belenggu kebebasan beribadah dari penjajah Israel, kini jutaan warga Palestina di Gaza harus menjalani ibadah puasa dalam bayang-bayang kelaparan dan terjangan bom. Dunia internasional perlu melakukan pendekatan agar kedua belah pihak segera melakukan gencatan senjata.
Jangan lupa, mereka yang sedang berpuasa itu adalah saudara kita se-aqidah. Mereka melaksanakan kewajiban berpuasa Ramadhan sebagaimana kita juga menjalaninya. Mari dukung perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan dengan terus mendoakan dan menggulirkan gerakan donasi kemanusiaan! [FM]
Penulis: Faisal Mursila, S.Pd.I., M. Pd.I
Tulisan ini dimuat di Majalah Filantropi WIZMAGZ, edisi123 Tahun XI, Ramadhan 1445 H/ April 2024 M