Syakban, Bulan Yang Dilalaikan
Fatan Abu Miqdam
Ada yang menarik tatkala Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ
“Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu puasa sebulan penuh dari bulan-bulan lainnya seperti puasamu di bulan Syakban?” Rasulullah menjawab:
قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Karena itu (Syakban) adalah bulan yang sering dilalaikan oleh manusia, terdapat di antara Rajab dan Ramadhan dan ia adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb semesta alam. Maka aku suka amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.” (HR. An-Nasai: 2357. Dihasankan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah IV/522 dan Al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad Ahmad XXXVI/85).
Di sini Rasulullah menyebutkan bahwa Syakban merupakan bulan yang dilalaikan. Jika konteksnya masa beliau, maka perlu dicari tahu mengapa bulan Syakban bulan yang dilalaikan manusia, padahal umat Islam pada saat itu merupakan umat Islam yang paling ideal sepanjang zaman, baik dari sisi kapasitas ilmu dan amal?! Siapa lagi kalau bukan para shahabat Nabi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Dinamakan Syakban, karena berpencarnya manusia untuk mencari air atau ke gua-gua setelah usainya bulan Rajab Al-Haram.” (Fathul Bari IV/213). Menurut pengertian Al-Hafizh ini, maka kelalaian manusia pada saat itu bukan karena kesengajaan, namun karena kebutuhan, yaitu guna mencari air. Sebab, selepas bulan Syakban para shahabat akan menghadapi bulan Ramadhan yang datang pada saat musim panas (Shaifiyah). Sehingga mereka berusaha mempersiapkan cadangan air untuk menghadapinya sebelum berbagai lokasi sumber air, seperti gua dan lembah mengering akibat cuaca panas dan gersang di bulan Ramadhan.
Al-Hafizh Ibnu Rajab menyebutkan kelalaian itu terjadi karena Syakban dihimpit oleh 2 bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan di mana pada kedua bulan itu para shahabat mencurahkan waktu mereka untuk beribadah secara khusus, ditambah adanya keyakinan bahwa puasa di bulan Rajab lebih afdhal dari puasa Syakban karena Rajab termasuk di antara bulan haram yang Allah agungkan. (Lathaiful Ma’arif I/130)
Dengan demikian, kelalaian pada saat itu terjadi karena memang adanya tuntutan seperti mencari air atau karena digunakan untuk istirahat setelah lelah dan fokus di bulan Rajab serta mengumpulkan tenaga untuk beribadah di bulan Ramadhan. Berbeda dengan kita hari ini. Sebab umat Islam khususnya di Indonesia tidak perlu untuk mencari air untuk menghadapi bulan Ramadhan. Di bulan Rajab pun banyak yang tidak mencurahkan tenaga untuk beribadah dan berpuasa di dalamnya. Masih pantaskah kita lalai?
Jika para shahabat menjadikan bulan Syakban sebagai media istirahat berhenti sejenak setelah sibuk menghidupkan bulan Rajab dan persiapan menghadapi bulan Ramadhan atau juga karena tuntutan manusiawi dalam menghadapi musim panas, di mana kelalaian itu terjadi karena uzur, lantas bagaimana dengan kita yang jangankan Syakban, Rajab pun tidak kita hidupkan?! Sungguh, kita tidak pantas untuk meninggalkan puasa di bulan Syakban begitu saja menimbang tiadanya uzur bagi kita di zaman ini seperti yang menimpa para shahabat terdahulu. Kita tidak perlu lagi mencari air, karena berlimpahnya air di negeri kita dan tidak pula kita fokus berpuasa di bulan Rajab yang lalu. Masihkah kita belum merenungkannya?! Kelalaian kita hari ini bukanlah kelalaian yang wajar, namun kelalaian yang memang patut untuk dicela karena sudah terlalu gandrung dengan dunia dan seisinya dan menganggap remeh amal shaleh.
Karena itu jugalah keutamaan yang diperoleh oleh orang yang beribadah di bulan Syakban masa kini lebih besar keutamaannya daripada Syakban di masa salaf, karena krisisnya kelalaian yang menimpa manusia hari ini. Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan: “Hadits ini mengandung anjuran memakmurkan waktu-waktu yang dilalaikan manusia dalam berbuat ketaatan di dalamnya dan hal itu dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana dahulu para salaf menganjurkan untuk menghidupkan waktu di antara 2 isya (antara shalat maghrib dengan Isya) dengan shalat sembari mengatakan: “Waktu itu adalah waktu kelalaian( manusia).” Karena itu jualah terdapat keutamaan dalam beribadah di pertengahan malam disebabkan banyaknya manusia yang lalai darinya….” (Lathaiful Ma’arif I/131). Semakin banyak manusia yang melalaikan bulan Syakban, maka akan semakin besar keutamaan dan pahala orang yang menghidupkannya.
Maka mari kita hidupkan bulan Syakban ini dengan berbagai amal ketaatan seperti puasa, sedekah, membaca Al-Quran, belajar ilmu dan lain sebagainya. Anggap sebagai “qabliyah Ramadhan” yang mudah-mudahan dengannya Allah menyempurnakan amal ibadah yang barangkali banyak mengalami kekurangan dan kecacatan pada Ramadhan yang telah lalu maupun yang akan datang. Wallahu a’lam
Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia
Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)