Nasehat Nabi Bagi Para Pebisnis dan Pengusaha
Fatan Abu Miqdam
Dunia dagang adalah dunia yang ini tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Perdagangan menjadi tumpuan perekonomian suatu negara bahkan suatu peradaban. Kejayaan suatu bangsa dan peradaban dilihat dari kemajuan dunia usaha dan bisnis perdagangannya. Semakin luas dan kuatnya dominasi perdagangan suatu negara, semakin besar dan kuatnya pengaruh negara tersebut di dunia. Inilah mengapa setiap negara hari ini berusaha memperkuat dirinya dari sektor impor. Karena itulah wujud perdagangan yang dilakukan antar satu negara dengan negara lainnya. Semakin besar dan banyak ekspor suatu negara, dimana dalam hal ini negara tersebut menjadi pedagang atau penjual, semakin maju negara tersebut. Demikian juga dalam skala kecil, seperti personal maupun keluarga. Semakin besar bisnis atau usaha dagang seseorang, maka semakin maju kehidupan dan perekonomiannya. Diriwayatkan dalam sebuah hadits lemah,
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِّزْقِ فِي التِّجَارَةِ
“Sembilan per sepuluh rizki itu ada pada perdagangan.” (HR. Ibnu Abid Dunya dalam Ishlahul Mal: 213 dari Nuaim bin Abdurrahman Al-Azdi)[1].
Terkait dagang, Rasulullah mengisyaratkan adanya keutamaan dalam profesi ini. Ini terlihat dari sabda Nabi:
البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، – أَوْ قَالَ: حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang saling berjual beli memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah –atau beliau bersabda: sampai keduanya berpisah- Apabila keduanya sama-sama jujur, keduanya akan diberkahi transaksi jual belinya dan jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, akan terhapus berkah jual beli mereka.” (HR. Al-Bukhari: 2079 dan Muslim: 1532 dari Hakim bin Hizam).
Hadits ini mengisyaratkan adanya berkah pada jual beli. Tentunya selama masing-masing pihak berniat lurus, jujur, dan tanpa menabrak rambu-rambu syariat. Ringkasnya, perdagangan merupakan aktivitas yang Allah sukai dan berkahi. Terlebih bagi pedagang secara khusus. Walau demikian, Rasulullah memberi nasehat khusus bagi para pengusaha ketika menjalankan usahanya. Rasulullah bersabda:
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ، إِنَّ الشَّيْطَانَ، وَالإِثْمَ يَحْضُرَانِ البَيْعَ، فَشُوبُوا بَيْعَكُمْ بِالصَّدَقَةِ
“Wahai segenap para pengusaha (pedagang/pebisnis), sesungguhnya setan dan dosa menghadiri bisnis (usaha dagang kalian), maka iringilah bisnis kalian dengan sedekah.” (HR. An-Nasai: 3797, Abu Dawud: 3326, At-Tirmidzi: 1208 dari Qais bin Abi Gharazah. Ini redaksi At-Tirmidzi[2])
Hadits ini menjadi isyarat bahwa setan ikut terlibat dalam bisnis dan transaksi jual beli manusia dan berusaha merusak bisnis tersebut, minimal dengan cara menghilangkan berkahnya. Karena setan mengetahui adanya keberkahan yang Allah turunkan pada perdagangan dan besarnya keutamaan orang yang amanah dan jujur dalam berdagang. Bahkan hal itu –ikut campur dalam harta manusia- Allah izinkan bagi setan guna menguji para hamba-Nya yang benar-benar ikhlas kepada-Nya. Allah berfirman kepada Iblis setelah Iblis bersumpah akan menghancurkan manusia:
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا (.) إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
“Godalah mereka olehmu (wahai Iblis) siapa saja yang engkau mampu melalui suaramu, seranglah mereka dengan pasukan berkudamu dan batalyon pejalan kakimu, dan bersekutulah dengan mereka dalam hal harta dan anak-anak, serta iming-imingilah mereka. Dan tiadalah janji setan itu melainkan tipuan belaka. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, tidak ada bagimu kekuasaan atas mereka (sedikit pun). Dan cukuplah Rabb-mu sebagai pelindung (wahai manusia).” (QS. Al-Isra: 64-65)
Karena itulah, tidak mengherankan banyak manusia yang menempuh berbagai macam cara untuk memajukan usaha dan bisnisnya. Mulai dari upaya yang berbau kesyirikan hingga hal-hal yang dianggap remeh dan biasa dilakukan demi meraih simpati pembeli, seperti berdusta dan gemar bersumpah. Adakalanya sebagian orang secara tidak sadar atau tidak sengaja terjatuh pada dosa-dosa yang terlihat remeh itu. Bagi para pedagang yang seperti inilah berlaku hadits ini, yakni menghapuskan dosanya tersebut cukup dengan sedekah. Ada pun yang terlanjur jatuh dalam kesyirikan atau kemaksiatan besar seperti riba, penipuan, pemalsuan, dan lain sebagainya, maka ini tidak cukup dengan sedekah saja, tetapi harus diiringi dengan taubat nasuha dan mengembalikan hak orang lain jika berkenaan dengan harta yang diambil secara zalim.
Sedangkan para pedagang yang jujur dan amanah, semata hanya ingin mencari nafkah, terkadang juga tergelincir dalam hal-hal yang dilarang syariat. Seperti berdebat dengan pembeli, bertengkar dengan pembeli, marah pada pembeli yang komplain pada barang yang dibeli, mengumpat dan berkata-kata kasar jika bisnisnya tidak diminati, terlibat permusuhan dan hasad antar sesama pengusaha karena saingan, menjelek-jelekkan dagangan orang lain, menyanjung-nyanjung barang dagangannya dengan berlebihan, bahkan merayu dan menggombal pembeli agar mau membeli barangnya dengan kata-kata berbau syahwat, bermudah-mudahan dalam bersumpah hanya untuk meyakinkan pembeli, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini adakalanya terjadi menimpa pengusaha atau pebisnis tanpa ia kehendaki atau ada sebab yang menuntut ia harus seperti itu karena terpancing emosi dan keadaan. Maka Rasulullah menasehatkan agar para pengusaha bersedekah, supaya dosa-dosa yang terkadang dilakukan tanpa sengaja itu dapat terhapus dengan sendirinya dan sekaligus mengundang keberkahan agar datang kembali pada bisnis yang ia jalankan. Alangkah bagusnya firman Allah:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah akan memusnahkan riba (secara perlahan) dan menyuburkan sedekah…” (QS. Al-Baqarah: 276).
Mari kita suburkan bisnis kita dengan
sedekah. Kita jaga usaha kita dengan menjauhi riba dan berbagai pelanggaran
syariat. Allah sendiri yang menjamin akan menyuburkan sedekah? Mengapa kita
masih khawatir?! Berbisnislah dan bersedekahlah…
[1] Dilemahkan oleh Al-Bushiri dalam Ithaful Khairatil Maharah III/275, Al-Iraqi mengatakan dalam Takhrijul Ihya I/504, “rawi-rawinya tsiqah, Nuaim ini disebut oleh Ibnu Mandah, “Ia disebut dari kalangan shahabat namun itu tidak benar. Abu Hatim dan Ibnu Hibba mengatakan bahwa Nuaim adalah tabi’in, bukan shahabat, maka haditsnya mursal.” Maka sanadnya terputus, karena Nuaim meriwayatkan langsung dari Nabi, padahal ia bukan shahabat Nabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dengan shighat majhul dalam Al-Istidzkar yang mengindikasikan kelemahannya VIII/619. Dilemahkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Adh-Dhaifah VII/412
[2] Riwayat An-Nasai dengan redaksi, “… sesungguhnya bisnis ini diisi dengan sumpah dan dusta…”. Riwayat Abu Dawud: “… sesungguhnya bisnis ini diisi dengan kesia-siaan dan dusta…”
Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia
Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)