Berobat Dengan Sedekah

Fatan Abu Miqdam

Penyakit dan wabah adalah sebuah keniscayaan bagi manusia. Allah menciptakannya tentu untuk menguji manusia dan sikap tawakkal mereka kepada-Nya. Namun meski demikian, Allah juga memerintahkan para hamba-Nya untuk menjauhi sebab-sebab terjadinya penyakit maupun sebab-sebab kesembuhannya. Apatah lagi jika penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian. Allah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“…Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian.” (QS. An-Nisa: 29).

Allah juga memerintahkan manusia agar mencari sebab kesembuhan dengan cara-cara yang dihalalkan oleh syariat. Namun sebagian manusia terpaku pada sebab-sebab lahir dalam mengobati penyakit atau menghindarkan diri darinya. Mereka hanya fokus pada perawatan, makan obat, terapi, dan berbagai tindakan medis lainnya, namun melupakan sebab-sebab batin yang dapat mengangkat penyakit tersebut. Mereka hampir saja lupa bahwa yang menciptakan, mendatangkan, mengangkat, maupun memusnahkan penyakit adalah Allah. Sebagian ada yang berdoa, tetapi hanya bersandar pada doa atau mengharapkan doa orang lain. Itu pun biasanya upaya terakhir jika sebab-sebab lahiriyah tersebut tampak tidak berguna lagi, lalu mengharap keajaiban dari langit dengan doa tersebut. Benar, secara tidak sadar banyak orang yang menomor duakan Allah dan hanya mau mengandalkan Allah pada saat-saat kritis. Mereka tidak melibatkan Allah ketika kondisi belum kritis. Mereka lupa bertawakkal kepada Allah sejak awal mula munculnya penyakit tersebut. Mereka lebih yakin kepada manusia yang hanya bisa berkutat pada obat dan teori serta alat, namun hampir lalai sama sekali kepada Dzat yang menciptakan penyakit tersebut dan berbagai sebab agar Dia mau mengangkatnya.

Seharusnya porsi kita mencari sebab agar Allah mau menyembuhkannya penyakit tersebut lebih besar daripada mengandalkan sebab-sebab lahiriyah pengobatan medis. Allah akan mengangkat penyakit tersebut dengan cepat dan tanpa disangka-sangka apabila Allah telah ridha. Hal itu tidak sulit bagi Allah sama sekali, sebagaimana Allah menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Nabi Ayyub bertahun-tahun hanya dengan jangka beberapa menit. Mari mencari sebab yang dapat merayu Allah agar mau mengangkat penyakit tersebut. Khususnya pandemi Covid-19 ini yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Tentu doa adalah salah satunya. Tetapi syariat mengajarkan kepada kita bahwa banyak sebab batin yang dapat menyembuhkan penyakit dengan izin Allah. Di antaranya adalah sedekah. Diriwayatkan[1] bahwa Rasulullah bersabda:

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah” (HR. Al-Bayhaqi dalam Al-Kubra: 6593, Ath-Thabarani dalam Al-Ausath: 1963 dari Abdullah bin Mas’ud. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihut Targhib I/458)

Al-Munawi menjelaskan, “Sebab sedekah adalah obat yang paling bermanfaat untuk penyakit-penyakit lahir (medis).” (Faydhul Qadhir III/388).

Mungkin muncul pertanyaan, apa hubungan sedekah dengan pengobatan? Apa korelasi antara kesembuhan dengan sedekah? Pastinya jika dilihat dari sisi agama. Sungguh keterkaitannya amat erat dan besar sekali. Berikut penjelasannya:

1. Mengatasi sebab munculnya wabah dan penyakit.

Islam mengajarkan kepada kita bahwa sebab munculnya wabah dan penyakit adalah dosa. Tatkala Allah menurunkan sebuah penyakit maupun wabah, maka hakikatnya hal itu untuk menghapus dosa para hamba-Nya, baik sebagai bentuk ujian maupun teguran. Sehingga penyakit itu bukan hanya sebagai penghapus dosa, tetapi juga untuk mengangkat derajatnya di sisi Allah. Rasulullah bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim diterpa kelelahan, penyakit, kecemasan, kesedihan, gangguan, sakit hati, bahkan hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan dengannya sebagian dosa-dosanya.” (HR. Al-Bukhari: 5641 dan Muslim: 2573 dari Abu Hurairah).

Karena itulah Rasulullah memiliki ucapan tertentu ketika menjenguk orang sakit. Ibnu Abbas menceritakan,

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ عَلَى مَرِيضٍ يَعُودُهُ قَالَ: لاَ بَأْسَ، طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dahulu Nabi setiap kali masuk menemui orang sakit yang beliau jenguk, beliau berkata, “Tidak mengapa, (ini adalah) penyuci dosa In sya Allah.” (HR. Al-Bukhari: 3616)

Tatkala seseorang bersedekah ketika ia sakit atau seseorang bersedekah atas namanya ketika sakit, maka sedekah itu akan mempercepat penghapusan dosanya. Semakin cepat dan banyak dosanya terhapus, maka akan semakin cepat peluangnya akan sembuh. Demikian juga, semakin banyak orang bersedekah ketika ia sehat, maka semakin jauh dirinya dari penyakit. Karena Allah tidak perlu lagi menurunkan penyakit atasnya guna menghapus dosa-dosanya atau menegurnya. Karena sedekah itu dapat menghapus dosa seseorang hatta sebelum ia beristighfar dan memohon ampun, selama itu bukan dosa besar yang mewajibkan untuk taubat. Bahkan adakalanya juga dapat menghapus dosa besar jika Allah menghendaki. Rasulullah bersabda:

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“Dan sedekah itu akan melenyapkan dosa sebagaimana air dapat melenyapkan api.” (HR. An-Nasai dalam Al-Kubra: 11394, At-Tirmidzi: 2616, dan Ibnu Majah: 3973 dari Muadz bin Jabal)[2]

Pada hadits ini, Rasulullah mengumpamakan sedekah dengan air dan dosa dengan api. Rasulullah juga menggunakan kata athfa’a-tuthfi’u yang bermakna memadamkan. Biasa digunakan untuk merubah sesuatu yang terang menjadi gelap, seperti lampu, api, cahaya, dan lain sebagainya. Semakin banyak air digunakan untuk memadamkan api, maka semakin cepat api tersebut padam. Semakin banyak seseorang bersedekah, semakin cepat terhapus dosanya dan berakibat pada semakin cepat dirinya pulih. Ini jualah hikmahnya mengapa Rasulullah mengumpamakan demam dengan api:

لَا تَسُبِّي الْحُمَّى , فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ , كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ

“Janganlah engkau mencela demam, karena itu dapat melenyapkan dosa anak cucu Adam, sebagaimana bara api dapat melenyapkan kotoran besi.” (HR. Muslim: 2575 dari Jabir bin Abdullah).

Apabila penyakit adalah api, lalu sedekah adalah air, anak kecil pun pasti tahu apa yang akan diperbuatnya untuk memadamkan api tersebut. Bukankah demam –menurut medis- adalah reaksi tubuh tatkala berhadapan dengan penyakit, akibat aktifnya imunitas dalam tubuh? Karena itulah demam menurut istilah medis bukanlah penyakit, tetapi itu adalah reaksi tubuh kita dan bukti bahwa sedang ada sesuatu yang tidak normal dalam tubuh kita.

2. Mempertahankan Daya Tahan Tubuh

Jikalau dalam dunia medis mempertahankan daya tahan tubuh dengan banyak istirahat, makan makanan yang sehat, mengatur pola makan, dan berolahraga, maka berbeda dengan sebab batin. Islam menjelaskan bahwa seluruh nikmat pada manusia asalnya adalah titipan. Semakin besar nikmat yang ada pada dirinya, maka semakin besar tuntutan atasnya untuk bermanfaat bagi orang lain, sebagaimana seseorang yang semakin banyak mengonsumsi berbagai jenis makanan, maka akan semakin besar atasnya tuntutan untuk banyak bergerak dan menjaga kesehatannya. Rasulullah bersabda:

إنَّ لله أقْواماً اختَصَّهُم بالنِّعَمِ لمنَافعِ العِبادِ، يُقرُّهُم فيها ما بَذلُوها، فإذا مَنَعُوها نَزَعها منهم، فَحوَّلها إلى غَيْرِهِمْ

“Sesungguhnya Allah memiliki beberapa kumpulan orang yang Dia khususkan untuk diberi nikmat guna memberi manfaat kepada para hamba-Nya. Allah akan mempertahankan nikmat tersebut selama mereka mau menyisihkan nikmat tersebut (untuk orang lain). Apabila mereka menahan nikmat itu (tidak diberikan), Allah akan mencabut nikmat tersebut dari mereka, lalu memindahkannya kepada selain mereka.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath: 5162 dari Ibnu Umar. Dihasankan oleh Al-Hafizh Al-Mundziri dalam At-Targhib III/263 dan Al-Albani dalam Shahihut Targhib II/707)

Rasulullah juga bersabda secara spesifik:

مَا مِنْ عَبْدٍ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَأَسْبَغَهَا عَلَيْهِ، ثُمَّ جَعَلَ مِنْ حَوَائِجِ النَّاسِ إِلَيْهِ، فَتَبَرَّمَ، فَقَدْ عَرَّضَ تِلْكَ النِّعْمَةَ لِلزَّوَالِ

“Tidaklah seorang hamba yang Allah beri nikmat atasnya, lalu Allah perbanyak nikmat itu atasnya, kemudian Allah menaruh beberapa hajat (kebutuhan) orang banyak kepadanya, lalu ia menghindar, maka sungguh ia telah mengarahkan nikmat tersebut untuk lenyap.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath: 7529 dari Ibnu Abbas. Al-Haitsami men-jayyid-kannya dalam Al-Majma’ VIII/192 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihut Targhib II/707)

Nikmat yang dimaksud adalah harta. Tatkala Allah menghendaki seseorang memiliki harta yang berlebih, maka Allah akan mengamanahkan atasnya untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan. Ketika ia menolak dan bersikap bakhil, maka Allah pun akan mencabut nikmat tersebut. Allah akan mencabut hartanya dengan berbagai sebab, di antaranya adalah dengan mencabut kesehatannya. Kesehatannya itulah yang kelak akan melenyapkan hartanya. Tiada yang dapat membeli kesehatan, sebarapa banyak pun harta. Karena itulah Rasulullah bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ

“Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia; kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari: 6412 dari Ibnu Abbas)

Maka ketika seseorang bersedekah, pada dasarnya ia tengah mempertahankan nikmat Allah atasnya. Ia sedang mempertahankan dirinya dari berbagai macam penyakit. Karena jika ia tidak bersedekah, Allah akan mencabut nikmat harta itu darinya. Sebab paling umum dan cepat dalam menguras harta adalah hilangnya kesehatan, di mana ketika kesehatan tersebut hilang atau direnggut oleh penyakit, harta dan seluruh jenisnya tidak akan dapat dinikmati lagi. Otomatis, selain sedekah dapat mengobati penyakit, juga dapat membentengi diri dari penyakit dan mengembalikan kesehatan yang sedang disandera oleh penyakit. Jangan sampai seluruh nikmat yang Allah beri pada kita lenyap begitu saja dan Allah alihkan ke orang lain hanya karena kita tidak mau bersedekah padahal kita mampu dan karena sifat bakhil kita. Jangan sampai kita sadar akan hal ini setelah kita ditimpa berbagai macam penyakit, di mana kita berharap nikmat harta dan kesehatan itu kembali lagi kepada kita, tetapi Allah sudah alihkan seluruhnya ke orang lain. Sebaliknya, tatkala kita bersedekah, maka itu dapat mengembalikan nikmat yang hilang tersebut. Bisa jadi penyakit tersebut merupakan sebab untuk menguras harta. Jadilah sedekah tak ubahnya seperti “anti body” untuk harta. Semakin banyak sedekah, maka semakin kuat anti body harta dan menjadi sebab lenyapnya penyakit serta pulihnya kesehatan seseorang.

Demikianlah korelasi antara sedekah dengan kesembuhan. Kaitannya amat erat sekali bagi siapa saja yang merenungkannya. Sedekah adalah sebab batin atau sebab ilahiyah yang paling ampuh menyembuhkan penyakit dan membentengi diri dari wabah dengan izin Allah. Tentunya di samping doa dan tawakkal kepada-Nya. Seharusnya masa pandemi seperti ini semakin membuat kita rutin dan rajin bersedekah, agar terhindar dari berbagai efek buruk yang ditimbulkannya. Bukan malah berhenti dan merasa cukup dengan doa dan mematuhi protokol Covid-19 saja. Wallahu a’lam bish shawab


[1] Kami pakai lafaz “diriwayatkan”, karena sebagian ulama melemahkan sanad hadits ini. Walaupun pada hakikatnya maknanya shahih.

[2] Dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam Tahqiq Sunan Ibnu Majah V/117 dan Al-Albani dalam Shahihut Targhib III/88


Dukung Yayasan Al-Hijaz Al-Khairiyah Indonesia
Dengan berdonasi melalui:
Bank Syariah Mandiri (BSM)
7010 0538 91 a.n.
Yayasan Al Hijaz Al Khairiyah Indonesia

Kode Transfer ATM Bersama 451)
konfirmasi via SMS/WA ke
08 11111 0948
(Ust Arofah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *